Berkenalan dengan Sinema Jerman: Freistatt (Sanctuary)
21:57
Rasa-rasanya saya jarang sekali menonton film dari Eropa selain dari Inggris. Bisa dikatakan khazanah film saya didominasi oleh film-film Hollywood dan sedikit film Asia seperti film dari negara kita sendiri, Jepang, Korea dan Thailand. Sama halnya dengan buku, baik penunjang pendidikan maupun sekadar novel bacaan, wawasan film saya terlalu didominasi oleh karya-karya dari Negara Anglo-Saxon. Sepertinya saya patut mencoba sedikit variasi.
Mas Panji dari infoscreening saat membuka acara nonton bareng. Tak hanya di Conclave di Cikini juga ada acara serupa pada waktu yang sama, hanya saja judul filmnya berbeda. |
Makanya sewaktu ada event Europe on Screen beberapa bulan lalu saya menyempatkan untuk ikut menonton film dari Belanda berjudul De Surprise yang ternyata memang mengejutkan. Kedataran dari film ini ternyata sangat menghibur dan mengundang tawa. Setelah menontonnya saya merasa bahwa film Eropa punya warna tersendiri yang berbeda. Hingga kemudian ada tawaran untuk menyaksikan film dari Jerman pada hari Selasa lalu. Lokasi penayangannya di Conclave yang sangat dekat dengan tempat tinggal saya, membuat saya yakin saja untuk mengiyakan tawaran ini.
Ketika sekilas membaca sinopsis cerita, ternyata tokoh utamanya bernama Wolfgang. Saya mengira ini film tentang Wolfgang sang musisi: Wolfgang Amadeus Mozart. Tak sempat membaca sinopsis karena pekerjaan di kantor saat itu sedang cukup sibuk, maka saya terus menyimpan imajinasi bahwa saya akan menonton film tentang seorang musisi.
Lokasi nobar di conclave. Sumber gambar: http://event.detik.com/ |
Ternyata Wolfgang dalam film ini bukan musisi Wolfgang Amazeus Mozart. Ia adalah seorang pemuda yang terjebak di sebuah boarding school untuk anak nakal yang sangat keras aturannya. Anak-anak yang ada di sana harus bekerja dari pagi hingga menjelasng sore. Pekerjaannya merupakan pekerjaan berat untuk remaja.
Wolfgang yang masih muda dikirim ke sekolah ini oleh ayah tirinya yang menganggapnya anak nakal. Saya yang tadinya tak suka dengan karakter Wolfgang yang suka caper sebelum dikirim ke boarding school.
Hal paling menarik dari film ini adalah usaha Wolfgang untuk kabur dari sekolahnya. Aneka ide kreatifnya tak kunjung membuatnya berhasil kabur. Usahanya melarikan diri selalu berbuntut merugikan teman-temannya. Tak jarang ia dipukuli habis-habisan baik oleh temannya atau oleh brader yang ada di sana. Oiya, boarding school ini menjadikan agama sebagai landasannya. Mereka rajin ke gereja setiap minggu, namun sepertinya Kepala Sekolah dan salah satu guru yang dipanggil Brader memiliki gangguan kejiwaan, yakni suka memukuli orang meski di lain waktu berperilaku seperti orang yang sangat baik.
Karakter-karakter dalam film ini cukup kuat. Ibu Wolfgang yang cantik dan jago membuat kue lezat dan sangat menyayangi anaknya hingga anaknya jatuh cinta terlalu dalam padanya melebihi rasa sayang anak pada orang tua. Ayah tiri Wolfgang yang cemburu pada hubungan ibu-anak tersebut kemudian ingin menyingkirkan Wolfgang dari rumahnya. Teman-teman di daerah asal Wolfgang dan teman-teman sekolahnya semua digambarkan dengan kuat. Akting mereka semua juga sangat bagus. Adik Wolfgang memanggilnya Wolfie, meyakinkan saya jika Wolfgang pada dasarnya adalah anak yang baik.
Bagaimana seorang anak yang sebenarnya hanya ingin mempertahankan haknya -yakni kasih sayang ibunya yang mungkin sebenarnya juga kebablasan- yang ingin pulang ke rumahnya karena tak tahan dengan kehidupan sekolahnya yang sangat kejam. Apakah usahanya akan berhasil atau apakah ia akan terpengaruh lingkungannya dan melupakan keluarganya? Semua siswa di sekolah itu meyakini bahwa keluarganya sudah melupakan mereka sehingga merasa tak punya pilihan lain selain menerima kerja rodi yang harus mereka lakukan setiap hari di ladang gambut.
Suram sekali membayangkan jika Wolfgang akhirnya menyerah pada keadaannya. Banyak kisah dan konflik menarik lainnya yang tidak bisa saya ceritakan dengan detail, misalnya hubungan aneh Wolfgang dengan anak kepala sekolahnya yang membingungkan dan persahabatan Wolfgang dengan Anton, satu-satunya siswa yang berkulit hitam di sana.
Oiya, meskipun jalan cerita film ini agak berat, pemandangan khas kota kecil di Eropa dalam film ini cukup memanjakan mata lho.
Oiya, meskipun jalan cerita film ini agak berat, pemandangan khas kota kecil di Eropa dalam film ini cukup memanjakan mata lho.
Wolfgang dan Anton. Sumber foto: http://www.germancurrentssd.org/ |
Dua paragraf ini sepertinya spoiler jadi skip saja bagi yang ingin menonton film ini. Wolfgang berhasil kabur setelah memukul wajah salah satu Brader hingga matanya buta sebelah. Ia dan Anton kembali ke kota asalnya. Namun ternyata Anton tak punya rumah. Wolfgang tak mau mengajak Anton ke rumahnya karena keberadaannya saja sudah menjadi masalah dengan ayah tirinya. Anton sangat kecewa dengan Wolfgang yang sudah dia anggap best buddy, kemudian Anton melaporkan ke kepala sekolah bahwa Wolfgang ada di rumahnya.
Meski Ibu Wolfgang sangat sedih dan mulai percaya jika anaknya mendapat siksaan di sekolahnya, akhirnya ia dan suaminya berbohong hendak melihat kondisi sekolah. Ternyata mereka kemudian meninggalkan Wolfgang kembali ke sekolah itu. Anton yang melihat kesedihan Wolfgang yang harus kembali ke sekolah kemudian bunuh diri. Suram sekali.
Beberapa bulan kemudian, tanpa disangka-sangka ayah tiri Wolfgang meninggal dan ia diminta kembali di rumah. Diam-diam ia memasuki rumah dari halaman belakang. Melihat "adik barunya," ia kemudian mengambil sepotong kue yang sudah disiapkan ibunya dan pergi naik kereta entah kemana.
Sumber: http://aka-m-p.maxplatform.com/ |
Film ini ternyata diangkat dari kisah nyata. Pada Tahun 1968 memang di Jerman banyak sekolah yang mengatasnamakan agama namun justru menjadi camp siksaan. Dengan label sekolah untuk anak nakal, sekolah ini justru memperbudak anak-anak itu dan membuat mereka supaya seolah tak akan diterima lagi di tempat lain sehingga mereka akan bertahan di sana.
Saat ini sekolah kristen tempat Wolfgang dulu sudah menjadi sekolah kristen yang sangat besar dan menjadi pelopor sekolah kristen modern dengan kualitas pendidikan yang mumpuni.
Well, selama nonton film ini saya tegang dan susah bernafas lega. Jadi selepas nonton rasanya seperti baru menyelesaikan sesuatu yang berat dengan kelegaan namun tetap merasa ada sedikit ganjalan. Saya merekomendasikan teman-teman untuk menonton sinema-sinema Eropa atau negara lainnya jika sedang bosan dengan film yang ada di pasaran. Seru dan menengangkan meski tak ada adegan baku tembak atau senjata canggih. Acara nonton bareng dari infoscreening dan Goethe ini bisa teman-teman jadikan sarana mengisi waktu luang untuk menikmati hal baru, sebuah film dengan rasa dan kemasan yang berbeda. :)
20 komentar
Dulu sering banget nonton film2 Eropa, suka sama film mereka karena endingnya kadang unpredictable, ngga kayak film2 Amerika yang lebih sering happy ending & bisa ditebak
ReplyDeleteKalau sekarang mah wassalam, hahaha nonton film biasa pun aku tak bisaaaa XD
Meski aku benci film kelam2, klo alurnya kayak gini2 ternyata menghibur jugak. Bener banget Mba endingnya ngga ketebak. Haha
DeleteItu kenapa tempat nobarnya instagramable banget sih? Gemes pingin poto2 ala model disana *salah fokus* aku agak pusing nonton pilem eropa, terkhusus perancis. Dulu pas SMA krn ngambil jurusan bahasa, seminggu sekali pasti tuh dicekokin nonton pilem perancis.
ReplyDeleteBaca sub Eng nya aja Mba, aku mah kaga ngarti sama sekali bahasa Perancis, Jerman dan Belanda. Karena ceritanya bagus aja makanya kutonton. Enjoyable juga lho :D
DeleteBagus ya filmnya.pengen nonton deh. Aku juga suka ngikutin festival sinema perancis dulu. Sekarang kebanyakan nonton film holiwud :D
ReplyDeleteMba Witha pasti dulu gawl sekali deh. Hihi. Aku baru ngikutin akhir2 ini karna pengen memperluas perspektif Mba, halah alasannya berat amat yak :p
Deletewaah kayanya seru filmnya..
ReplyDeleteaku pengen nonton juga tapi suka pusing kalo denger orang jerman ngomong :D
Aku ga sempet dengerin, sibuk nyimak sub supaya ngerti jalan ceritanya :D
Deletebelum pernah juga nonton film jerman, jadi penasaran...
ReplyDeletemasih didominasinya nonton film holiwud sama drama korea, hahaha
Drakor tu ga ada abisnya ya, ceritanya menarik. Tapi cuma tema2 tertentu yg aku "kuat" ngikutin Ingga. Soalnya kadang terlalu cheesy, ihiks :p
DeleteAaah seru banget ceritanya :D jadi pengen nonton juga :D hana juga jarang nonton film Jerman :D makasih sharingnya Nia :D
ReplyDeleteSama2 Hana, ini pertama kali aku nonton film Jerman juga nih :)
DeleteSelain film eropa, film timur tengah pun tak kalah baguss nia *katanya* xixixi aku pun belum terbiasa menonton di luar zona nontonku, kalau gak korea atau thailand. Mhehe. Kayanya seru ya, boarding school jadi inget masa2 pesantren tapi gak seserem boarding school itu. Hehe
ReplyDeleteTiap cerita kalau gak dibumbui percintaan sepertinya tidak menarik, dan dari film ini unsur percintaannya malah anomali yak? haha ibu sama anak -.-"
ada kisah cinta anak mudanya kok Mba, cuma kepanjangan mau nyeritain, hehe. Aku blm pernah nonton film Timur Tengah :)
Deletetempat nobarnya keren bener Niaa.. Aku sukaa film-film Asing, makasih infonyaa
ReplyDeleteIya nih Mba, lumayan di Conclave. Sama2 Mba :)
DeleteWuaaaaah... penasaraannnnn. Nyar cari aaaah... eh?!
ReplyDeleteHaha klo Mas Dani punya waktunya nonton di rumah atau bioskop ya pasti, saia paham kok :D
DeleteOoo kisah nyata toh. Bgs ya critanya.. aku kangen nonton film2 gini, yg bkn film bocah. Haha..
ReplyDeleteBu Yu masih long way to go nonton film bocah dulu :p
DeleteTerima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar.
Love, Nia :)