4 Alasan Menarik Kenapa Harus Singgah ke Filosofi Kopi
04:29
Dua hari yang lalu baru digelar perayaan hari kopi di Kementerian Perindustrian Indonesia. Siapapun bisa berkunjung ke sana dan menikmati kopi khas nusantara secara gratis. Sebelumnya pada 29 September, Amerika Serikat juga telah menggelar event serupa. Di sana kopi diberikan secara cuma-cuma atau didiskon khusus bahkan bagi wisatawan juga. Kopi yang dibagikan itu disajikan dengan lebih variatif dalam wujud kopi panas, es kopi, dan ada yang dialiri nitrogen segala (sumber: Republika Online). Mumpung momen perayaan kopi masih hangat, saya jadi ingin membagi pengalaman perdana ke Kedai Filosofi Kopi Rabu lalu. Meski sudah beberapa bulan usianya dan sudah banyak yang menuliskan tentang kedai unik ini, saya rasa setiap orang yang singgah ke sana akan punya cerita dan kesannya masing-masing. Berikut 3 alasan yang bisa jadi akan semakin kuat mendorongmu ke sana.
1. Untuk Menikmati Sajian Imajinasi Dari Karya Fiksi
Jika teman-teman adalah penyuka karya sastra Dewi Lestari, tentu teman-teman sudah membaca buku kumpulan tulisan karya Dee dalam tajuk Filosofi Kopi. Kumpulan 18 prosa lirik, cerita pendek, dan cerita tidak terlalu pendek ini dibuka dengan cerita tentang Ben dan Jody. Dua pemuda berbeda karakter dan latar belakang yang sudah bersahabat sejak kecil dan membuka kedai kopi. Bagaimana duo sahabat ini mengatasi masalah masing-masing demi kelangsungan kedai mereka yang terlilit hutang menjadi titik awal permasalahan cerita. Hingga Ben, si barista yang mengagungkan kesempurnaan racikan kopinya, justru mendapatkan titik balik dalam hidup ketika berada pada sebuah kedai yang sangat sederhana. Ruang cerpen yang sempit tidak mampu membendung intensitas Dee dalam menyampaikan apa yang sering tak dapat dikatakan.
Cerita fiksi ini kemudian diangkat menjadi sebuah film dan telah tayang di bioskop Indonesia pada Bulan April yang lalu. Penggemar Cerpen Filosofi Kopi berduyun-duyun menyaksikan film ini. Bahkan banyak yang tadinya tak tahu menahu tentang buku Filosofi Kopi menjadi ingin tahu. Ada yang menonton filmnya dulu baru membeli bukunya, namun tak banyak pula yang ingin membaca cerita fiksinya dulu sebelum menyaksikannya dalam layar lebar. Mendadak sebagian fans Filkop berubah bak ahli kopi. Mengomentari gelas-gelas kopi yang telah mereka teguk di cafe ataupun kedai yang mereka datangi. Dee sukses menyebarkan demam kopi.
Di dunia nyata, Jody (Rio Dewanto) benar-benar tak ingin kedai ini ditutup. Lalu akhirnya dibuka untuk siapa saja yang hendak mampir, dengan mempertahankan kondisinya seperti dalam latar belakang film. Entah ini bisa dikatakan sebagai kegesitan menangkap peluang bisnis atau karena Jody telah demikian dalam menghayati perannya. Namun apa yang ia lakukan sudah menyebabkan kebahagiaan tersebar bagi para penggemar buku dan film Filosofi Kopi yang ke sana. Sensai yang mereka rasakan ketika hendak berkunjung ke kedai favorit di imajinasi mereka itulah yang menjadi magnet atas keramaian pengunjung yang datang silih berganti.
Ada yang ke sana karena penasaran saja. Tak jarang mereka bergerombol hendak mendatangai tempat ini karena sedang menjadi trend.Lalu ada pula yang ke sana untuk membuktikan dengan mata kepalanya sendiri apakah kedai ini sama dengan yang dia imajinasikan. Melihat dalam film belum membuat mereka puas. Mengindra sendiri secara langsung menjadi pilihannya. Saya datang dengan alasan yang pertama. Tanpa ekspektasi berlebih namun sangat puas. Buktikan sendiri, apakah kedai ini sama seperti yang teman-teman imajinasikan.
2. Menikmati Kopi Cita Rasa Tinggi
Saya akui saya bukanlah penggemar berat kopi atau ahli soal kopi. Saya hanya sering menyecap Cappuccino atau Latte saja ketika berkunjung ke kedai kopi atau cafe. Ini karena lambung saya lemah terhadap kopi yang memicu naiknya asam lambung.
Sore itu matahari masih terik. Dan perjalanan dari Bintaro ke Blok M membuat saya haus sehingga saya memilih Ice Caffee Latte (30 K/33 K). Rasa kopinya tajam namun tidak menyengat dan tidak memancing reaksi lambung. Susunya juga pas. Keduanya sama kuat karakternya, tanpa ada yang berusaha lebih menonjol. Racikan yang pas ini meninggalkan rasa kopi yang menempel di lidah setiap selesai meneguknya. Mungkin ketepatan proses sangrai membuat prosesi penyeruputan dan pengecapan menjadi lebih nikmat. Memang penentuan mengenai kopi yang enak ini sangat subyektif ya. Namun demikian, beginilah kopi enak menurut saya. Caffee Latte disajikan tanpa gula, Jadi pengunjung bisa menambahkan gula sesuai selera. Kebetulan saat ini saya sedang mengurangi konsumsi gula, jadi pas banget. Kopi di kedai ini tidak disajikan dalam cangkir, namun dengan menggunakan gelas sekali pakai.
Teman saya tadinya hendak memesan kopi tubruk, karena pesona Kopi Tiwus dalam cerita. Namun karena sedang haus-hausnya, maka ia pun urung. Akhirnya memesan Ice Cappuccino. Kami memesan French Fries (20 K) sebagai teman mengopi dan mengobrol. Satu porsi untuk berdua ternyata sudah membuat kenyang. Buktikan sendiri imajinasi racikan kopi yang teman-teman inginkan. Pick your philosophy of the day!
3. Tempatnya Bagus Untuk Foto
Akhir April lalu ketika kedai ini baru dibuka, beberapa orang memposting foto dengan latar khas filkop atau foto dibalik dinding kaca di sana. Apiknya beberapa foto hasil jeperetan di sini mengundang banyak pengunjung lainnya untuk datang dan ikut ambil foto juga.
Meski kedai ini sempit, namun sepertinya selalu ada tempat yang tersedia untuk yang baru datang. Ya, kedai ini masih ramai saja hingga ketika saya berkunjung kemarin. Padahal saya ke sana pada hari dan jam kerja. Mungkin para pengunjung adalah mahasiswa yang waktunya cukup luang seperti saya. Beberapa terlihat tak malu-malu mengambil foto. Saya yang tadinya malu pun jadi tak sungkan mengeluarkan kamera dan segera jeprat jepret. Dari pada kehilangan momen, pikir saya. Bahkan saya foto bergantian beberapa kali dengan teman saya yang lebih berani. Ia selfie berkali-kali dengan senyum lebar tanda bahagia. Anak-anak muda yang duduk di luar di depan kaca, entah kenapa selalu ketawa ketika kami mengambil foto bergantian untuk kedua kali dan seterusnya. Barangkali mereka heran dengan kami yang tak kunjung selsai berfoto, atau mereka memang tertawa karena sedang ada jokes lucu dari kawannya. Saran saya cuma satu, jika niat ke sini memang untuk foto saja, maka JANGAN MALU. Dari pada menyesal sesampai rumah.
4. Jumpa Jody dan Ben
Saat ke sana saya tak punya niat untuk bertemu mereka. Bakalan senang jika bertemu. Namun kalau tidak, tak jadi masalah. Kabarnya Jody (Rio Dewanto) sering ada di meja kasir pada malam hari. Dan Ben (Chiko Jeriko) biasana akan ada di sana untuk berbagi filosofi kopi hari ini denganmu di akhir pekan. :D
13 komentar
Iya seru ya. Kmrn kamis ada beneran tuh Mas di Kementerian Perindustrian :)
ReplyDeleteWaah tyt akhirnya buka beneran ya kedai kopinya
ReplyDeleteIya Mas, abis film itu jadi dibuka beneran. :D
DeletePoto2nya keceeee.. jadi pengen kesana hehe
ReplyDeleteCobain deh Mba, meski sempit tp fotogenic. Hehe. Kopinya jg enak :)
Deletekeren yah tempatnya :)
ReplyDeleteIya Mba :)
DeleteKalo dolan ke Jakarta, mau mampir ke sini aaaah :)
ReplyDeleteSip Mba, disempetin meski sebentar biar liat sendiri kan. Hehe :)
DeleteAaaah waktu itu pernah dateng ke acara yg pembicaranya adalah founder filosofi kopi. Menarik banget tp blm sempet ke sanaa.. Buat pacaran sm suami enak ga nii? >__<
ReplyDeleteKalau Mba Lisna n Suami suka di tempat yg ada orang2 lain ngobrol jg sih ga masalah Mba. Tempatnya ga terlalu gede jadi relatif penuh terus, berisik sih enggak, lagu yg diputer masih nyaman di telinga. Palingan banyak anak muda pepotoan aja. Hihi
DeleteYak, yang peotoan akan nambah 1 kalo aku ke sana, hahaha. Thanks ni infonya. :D
ReplyDeletePas klo gitu Mba, segera sempetin ke sana. Fotogenic banget nih tempatnya ;)
DeleteTerima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar.
Love, Nia :)