Relaksasi Akhir Pekan di Pulau Bira
08:38
Assalamualaikum,
Gimana weekend kalian? Apakah cukup menyenangkan dan berhasil meluruhkan penat di kepala?Atau barangkali berhasil mengobati hati yang gundah gulana? Sejatinya, liburan bertujuan untuk membuat kita relaks. Namun tak jarang ada yang semakin lelah setelah berlibur. Jika capek yang tersisa ketika menyambut Senin, ada baiknya kita evaluasi mengenai cara kita menghabiskan akhir pekan. Bisa jadi yang kita butuhkan adalah banyak waktu bersantai dan beristirahat. Bukannya bepergian ke tempat yang diingini dengan jadwal penuh dalam itinerary.
Ngomong-ngomong soal itinerary, saya baru sekali ikut travel agent untuk liburan. Ini karena saya sedang malas merancang dan mengurus jalan-jalan sendiri. Sudah terpikir repotnya mengajak teman-teman, lalu mengurus segala keperluan liburan kami. Biasanya yang berinisiatif mengajak akan menjadi penanggung jawab atas segala hal terkait perjalanan tersebut. Maka dari itu kemarin saya hanya mengajak salah satu teman saya, Fifi, untuk ikut serta dalam perjalanan yang diselenggarakan Kili Kili Adventure. Berani memilih open trip tersebut karena beberapa teman saya pernah mengikuti trip Kili Kili sebelumnya.
Saya yang pernah melihat eloknya pantai di sepanjang ujung Sumatera Barat dan Fifi yang sudah puas dengan keindahan pantai-pantai di Bali, sangat tidak ambisius untuk memilih tujuan perjalanan. Dengan santainya Fifi mengiyakan saran saya memilih Pulau Tidung yang dulunya sangat terkenal itu. Saya sendiri memilih Tidung karena hanya di situlah ada jadwal sepedaan keliling pulau dalam itinerary-nya. Namun H-2 ternyata kuota ke Tidung di bawah target sehingga kami memilih pindah saja ikut Trip ke Pulau Bira. Ini bukan Tanjung Bira di Sulawesi Selatan lho ya, tapi Pulau Bira di Kepulauan Seribu.
Saat hari H tiba, selepas subuh saya dan Fifi naik motor dari Bintaro. Tiba di Pelabuhan Muara Angke, Fifi baru sadar jika handphone-nya hilang. Saya salut sekali dengan Fifi yang tetap bisa menikmati perjalanan kami meski dilanda musibah pada awal perjalanan. Kami bergegas menuju tempat berkumpul yang sudah ditentukan. Ternyata rombongan tour Bira ini ada 18 orang termasuk kru. Rombongan yang sangat besar menurut ukuran saya yang lebih suka bepergian dengan sedikit partisipan.
Saya tak pernah menyangka akan berjejalan dengan ratusan orang hanya untuk berlibur ke Pulau Seribu. Kapal yang kami tumpangi adalah kapal kayu. Sesampai di kapal kodisinya sudah penuh. Saya dan Fifi memilih duduk di atas, pada bagian depan kapal. Duduk begitu saja pada lantai kayu di spot kosong yang tersisa. Tak ada sandaran bagi kami, carrier dan ransel pun jadi tumpuan punggung. Lalu datanglah Shendy, teman baru kami dalam trip ini. Kami bertiga mengobrol tentang tempat tinggal, riwayat kuliah, asal daerah dan pekerjaan sambil sesekali memakan camilan yang kami bawa. Suasana yang padat, berisik dan kerasnya lantai kayu kapal sedikit terlupakan. Bahkan ternyata di belakang kami ada burung beo yang mahir bicara. Namanya Theo. Sudah dianggap seperti anak sendiri oleh empunya. Keluarga Theo di kapal itu merupakan rombongan besar. Sepertinya lebih dari 20 orang.
Semakin jauh memasuki lautan, kantuk karena bangun lebih pagi dari biasanya menyergap. Kami mencoba memejamkan mata sambil duduk bersandar di tas masing-masing. Semakin lama kapal semakin bumpy. Ombak sepertinya kian tinggi. Khawatir pusing, saya segera berbaring dan carrier saya jadikan bantal. Lalu saya tertidur. Saat terbangun saya melihat Shendy dan Fifi, keduanya sudah mengikuti saya berbaring dengan berbantal ransel. Di sekitar saya banyak penumpang yang mulai muntah-muntah. Masker di hidung saya rapatkan, mata saya paksa pejamkan lagi supaya tak terpengaruh suara dan bau orang-orang yang muntah. Perjalanan masih dua jam lagi. Beberapa kali saya terbangun karena punggung pegal luar biasa, namun mencoba duduk saja sudah membuat saya mual. Kapal makin tak karuan ditampar ombak kiri kanan, depan belakang. Saya mencoba memejamkan mata lagi.
Pukul 11 siang kami tiba di Pulau Harapan. Entah siapa pun yang menamai pulau tersebut, saya setuju sekali dengan namanya. Di sana memang muncul harapan baru, lepas dari goncangan ombak. Berharap segera menemukan pulau indah yang dituju. Turun kapal kami melanjutkan perjalanan dengan perahu mesin nelayan menuju Pulau Bira. Di tengah lautan Fifi membicarakan tentang langit yang kelabu, padahal lautan sangat biru. Kami mengira hal itu akibat polusi. Bau solar dari perahu membuat perut saya bergolak. Mau tak mau lagi-lagi saya harus mencoba memejamkan mata. Berat sekali rasanya perjalanan kali ini. Namun jika saya tak bisa menikmatinya maka percuma saja saya sering travelling. Maka saya mencari sudut pandang lain yang jauh lebih positif supaya saya bisa bergembira dan tidak mabok laut.
Pulau Bira sepertinya didesain dengan megah. Namun tak terurus. Terdapat kolam renang yang airnya sekeruh empang. Lalu dua rumah penunggu pulau dan beberapa cottage yang cukup besar. Dari luar cottage-nya terlihat indah namun di dalamnya sedikit pengap. Terutama pada bagian untuk tim cewek. Plafon kamar mandinya sudah menganga. Gerutu beberapa peserta wanita mulai terdengar. Namun ada satu yang berbicara kepada saya bahwasannya kondisi cottage ini tak seperti yang dibayangkan karena pengelolanya kurang menjaga kebersihan, bukan kesalahan pihak Kili Kili. Cara berpikir Mba Rizka yang positif tadi menular kepada saya yang tadinya juga mulai menggerutu dalam hati. Saya mengingat lagi bahwa saya ke sini untuk bersenang-senang, bukan untuk mencari perjalanan yang sempurna. Dengan tersenyum dari dalam hati saya menyantap makan siang lalu bersiap snorkling.
Ada dua spot snorkling di tengah laut yang kami datangi. Keduanya cukup dangkal. Saya tak berani menuju area yang dalam karena tanpa pelampung saya tak jago berenang. Ikan yang ada di spot pertama warnanya cenderung monoton, hitam putih saja. Terumbu karangnya banyak yang mati dan berwarna coklat. Barangkali karena terinjak atau tersentuh pengunjung yang tak mengerti arti penting dan siklus hidup terumbu karang. Sayang sekali. Spot kedua ikannya lebih beragam, bahkan ada ikan badut dan terumbu karang berwarna ungu. Sayang sekali saya membawa pinjaman SJ Cam yang baterainya kosong. Jadi keindahan bawah lautnya tidak bisa saya upload.
Dari lokasi snorkling kami dibawa ke Pulau Gosong. Saya merasa sangat mual dalam perjalanan dari lokasi snorkling ke sini. Saya menepi berusaha muntah. Susah sekali untuk melakukannya tanpa dilihat orang lain. Pulau ini hanya terdiri dari segaris pasir putih saja, sangat kecil tapi ramai sekali. Sejatinya pulau ini adalah favorit saya, putih bersih pasirnya, menyembul di tengah biru lautan. Ingin sekali rasanya mengeluarkan kamera mirrorless dan mengabadikan foto, tapi saya tak sanggup lagi. Setelah akhirnya berhasil muntah dengan pura-pura nyemplung di pantai, saya bisa ikut foto-foto lagi. Tapi bukan dengan kamera saya, jadi lagi-lagi sampai sekarang saya belum punya fotonya.
Itinerary diubah karena kami terlihat sudah kelaparan. Pulau Perak yang sebenarnya akan dituju esok menjadi persinggahan berikutnya. Di sana akhirnya saya bisa ke toilet meski seadanya. Saya nggak bisa pipis di air laut. Jadi rasanya tersiksa sekali menahannya sejak snorkling. Perjalanan menuju toilet seperti di lokasi shooting film The Beach. Di Pulau Perak banyak yang menjual makanan. Saya dan Fifi memesan dua kelapa muda lalu melahap bakwan dan pisang goreng yang saat itu seolah gorengan ter-enak sedunia. Lalu kami menunggu senja, bermain ayunan. Dan menyaksikan matahari bulat sempurna perlahan tenggelam.
Saat di perahu kembali ke Pulau Bira, kami menyaksikan bulatan sempurna lainnya berlawanan arah dengan langit jingga tempat bagaskara bersembunyi. Rupanya ia bulan yang sedang purnama. Kami merasa sangat bahagia dan melupakan segala kesusahan seharian tadi. Pantas saja kapal tadi diterpa gelombang tinggi, rupanya gravitasi bulan purnama-lah penyebabnya.
Bagian yang paling menyita waktu di cottage adalah menunggu giliran mandi. Bayangkan saja ada 10 wanita yang harus berbagi satu kamar mandi. Seru dan sedikit repot. Si kamar mandi yang tadinya membuat risih sepertinya sudah menjadi tempat yang nyaman bagi rombongan kami. Meski basah kuyup, kami tetap harus bersabar menunggu giliran menggunakannya.
Malam itu kami makan sangat lahap. Api unggun dinyalakan oleh kru Kili Kili. Namun kami tak berkumpul di dekatnya. Mungkin wajah lelah kami terlalu kentara sehingga kru meniadakan agenda duduk mengelilingi api unggun. Lama-lama jilatan api padam dan hanya tersisa bara saja. Rasa kantuk menyergap, namun ternyata ada keseruan lain yang menunggu. Kami diminta menerbangkan lampion! Ini pengalaman pertama bagi saya. Peserta yang awalnya ogah-ogahan akhirnya membaur juga ke pinggir laut. Semua gembira dan tertawa. Tak berhenti di situ, setelah masuk ke cottage kami diajak saling berkenalan lagi. Peserta yang tadinya mengantuk mulai membuka mata dan ikut tertawa karena banyak dari mereka yang sudah saling kenal sebelumnya, tak sungkan saling ejek ketika temannya memperkenalkan diri. Hal yang paling berkesan adalah pembicaraan mengenai perjalanan impian. Beberapa mempunyai destinasi impian yang sama. Dari situ kami juga jadi tahu bahwa kru Kili Kili ternyata bekerja kantoran pada Senin-Jumat. Nah, bagi yang suka travelling dan ingin travelling gratis bahkan dibayar, barangkali bisa menjajal untuk masuk kru Kili Kili. Sajian barbeque nikmat di beranda hanya berhasil menggoda saya dengan sebatang sate cumi. Saya langsung menuju alam mimpi, melepas rasa lelah dan kantuk.
Dengan kantung mata sebesar satu siung jeruk, saya dan Fifi berjalan dengan cepat menuju dermaga lain Pulau Bira yang sudah tak dipakai perahu untuk sandar. Kami akan melihat sunrise di sana. Awalnya kami mengira sudah telat karena hari itu mendung. Setelah berfoto banyak-banyak, semburat kuning oranye mulai muncul di ufuk timur. Ternyata kami salah, beruntung sekali pagi itu kami mendapatkan sunrise bulat sempurna. Triple combo bulat sempurna. Sunset, bulan dan sunrise! Terima kasih Bira...
Adegan tunggu menunggu kamar mandi harus terulang pagi ini. Kemudian kami sarapan bersama. Agenda terakhir kami adalah mengunjungi Pulau Papatheo. Tak ada ekspektasi apa-apa di benak saya. Ikuti saja alurnya, demikian yang saya gemakan berulang ulang di pikiran.
Saya beranggapan bahwa tadinya Pulau Papatheo juga sangat megah. Bagian depan pulaunya dibangun sedemikian rupa menyerupai kolam renang yang langsung berbatasan dengan pantai. Pengunjung di sana hanya kami. Matahari yang cerah dan air laut bening, sempurna. Saya bahkan berlari-lari di pasir pantai yang katanya bagus untuk detoks. Sungguh penutup perjalanan yng sangat manis.
Pada perjalanan pulang, gelombang di lautan tak lagi tinggi. Saya, Fifi dan Shendy kembali satu tim di kapal. Kali ini kami berhasil tertidur pulas sepanjang perjalanan meskipun duduk ngemper karena kehabisan kursi lagi. Bisa jadi tidur nyenyak itu dipersembahkan oleh antimo. Begitulah kami menghabiskan akhir pekan di penghujung Agustus 2015. Bagian yang paling memerlukan perjuangan adalah 3 jam perjalanan di kapal. Kami berpisah dan bersalaman seperti awal bertemu di Pelabuhan Muara Angke. Kenal banyak keseharian dari teman baru yang beragam, membuat saya lebih semangat menjalani path saya saat ini.
Pada akhirnya hal terpenting adalah bukan seberapa sering kita travelling, namun bagaimana kita semakin bijak dalam menyikapi kejadian-kejadian yang menimpa dalam perjalan. Kemudian membentuk memori manis yang akan tersimpan dalam otak kita. Untuk kembali pada realita keseharian yang bisa kita jalani dengan gembira:)
24 komentar
Seru banget jalannya Mbak Nia. Meskipun tersiksa di awal tapi berhasil mengalahkan dan mengalihkan fokusnya untuk tujuan bersenang-senang. Jadi pengen daftar ke kili-kili. Hahaha.
ReplyDeleteMongggo daptar Mas :D
Deleteayo snorklingan di Lombok, dijamin Ajiib :))
ReplyDeleteIsh ngajaknya sekarang ._.
DeletePengalaman liburan yang menyenangkan.
ReplyDeleteSalam
Salam, terima kasih sudah mampir :)
DeleteTahun lalu pingiin bgt ke pulau Bira, eeh penuh, jd melipir ke Pulau Harapan, deh...
ReplyDeleteMungkin karena cottagenya terbatas ya Mba, cuma ada beberapa gitu kemarin. Hehe. Aku cuma main2 di eket dermaga sama di tamnnya Pulau Harapan aja kemaren :D
DeleteSepertinya begitu :D kapan2 pingin balik lg ke kep seribu, pingin nginep di pulau bira nya
DeleteSemoga kebagian cottage ya Mba di trip Pulau Seribu berikutnya ;)
DeleteHai, Nia.. salam kenal ya, saya Titi :)
ReplyDeleteMau tanya, itu nerbangin lampion-nya di Pulau Bira? Semoga lampionnya pas mati ga jatuh ke laut dan jadi sampah ya... :(
Hai Titi salam kenal ya, terima kasih sudah mampir. Iya diterbangkan dari Pulau Bira. Sebagian besar mendarat di pulau di depannya dalam keadaan terbakar sempurna kok. Semoga tidak mencemari laut ya. Kami juga sudah menyampaikan saran kepada pihak Kili-Kili mengenai agenda menerbangkan lampion ini karena kami juga tidak mau meninggalkan sampah dalam perjalanan :)
DeleteGood to hear about that :)
Delete:))
DeleteIsh terbangin lampion keren banget, aku mau ah ntar kalo trip lagi
ReplyDeleteItu kemarin pengalaman pertamaku banget nerbangin lampion. Hehe. Kalo Om Cum mau nerbangin juga siap2 dikritisi para pembaca tentang sampah bekas lampionnya, hihihi ^^
DeleteWah asyik banget deh kalau bisa jadi blog traveller itu, lebih banyak cerita yang bisa ditulis. :) Hmmm relaksasi sambil menikmati me-time memang enak banget mbak buat instrospeksi diri.
ReplyDeleteIya Mas, weekend paling enak di tempat yg bagus trus doing nothing supaya capek dan penat hilang. Hehe :)
Deletewah nia seruu banget ini. jadi pengen!!! aku pernahnya trip singkat bgitu seharian yang nggak pake ngin ep.Ya gitu sih 2 dari 3 pulau yng diimpikan memang agak zonk, bahkan yang 1 zonk banget karena banyak sampahnya dan kurang dijaga kebersihannya *curhat*. Yeay aku tunggu postingan keseruan lainnya nia:D
ReplyDeleteMakasih Ifaa, maapkan baru terbaca komennya. Ayo sekarang mah kita bikin keseruan bareng :D
DeleteHaha, gaya bahasanya seru juga. Enak dibaca nia.. jadi mau ikutan trip gitu. Banyakin kenalan. hehe
DeleteCobain Mba Idhan, paling nggak ajak satu temen dah cukup kok :D
Deletehalo mbak, mau tanya kili kili adv rekomended ga? dari score 10, nilainya brp ya? makasih
ReplyDeleteKalau dari segi guidenya 8 ya Mba, asik dan baik. Sesuai post ini, kmrn itu yg jelek fasilitasinya, tp dr ngobrol sama tmn2 emang di pulau seribu pada kayak gitu cottagenya kurang terawat. Kalau cottagenya 5 Mba :p
DeleteTerima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar.
Love, Nia :)