Kuliner Jimbaran: Serunya Belanja dan Bakar Seafood di Pasar Kedonganan
08:04
Jika ada yang bertanya kenapa pantai-pantai di Jimbaran relatif sepi, maka jawabannya bisa jadi karena di sana dikenal dengan wisata kuliner seafoodnya. Sehingga pantai-pantai dihiasi perahu nelayan dengan tangkapannya. Di beberapa sisi pantai terutama di dekat area penjualan ikan dan pasar, ada sisik ikan bergumul. Amis, tak seperti pantai lainnya di Bali.
Kami percaya bahwa travelling akan lebih seru jika kita mengikuti kebiasaan warga lokal. Kata Kak Putu, orang Bali biasa menikmati seafood di Jimbaran dengan sedikit berbeda. Jika orang-orang kebanyakan akan menyantap seafood di rumah makan di pinggir pantai, maka di Jimbaran ada kebiasaan tersendiri. Biasanya mereka akan membeli ikan, udang, cumi-cumi dan seafood lainnya yang masih segar di Pasar Kedonganan. Selain kesegaran seafoodnya, sensasi menawar di pasar menjadi daya tarik tersendiri. Saya yang tadinya takut nawar akhirnya ikut-ikutan juga setelah menyadari bahwasannya sebagian besar pedagang di sana berasal dari Jawa Timur. Jadi saya bisa bertransaksi dengan bahasa jawa.
Saya berburu seafood dengan Indhi, travelmate dalam perjalanan di Bali kali ini. Kami membeli banyak sekali seafood untuk ukuran dimakan berdua. Sebut saja kalap belanja. Ternyata bukan hanya di mall, di pasar tradisional pun kami kalap. Helpless. Haha. Kami membeli ikan kerapu yang beratnya sekitar 0,75 kg. Udang 1 kg. Cumi-cumi 0,5 kg. Lalu tiram 2 kg. Sambil belanja kami sudah membayangkan betapa nikmatnya menyantap semuanya itu nanti.
Ikan segar yang sudah kita pilih dan beli sendiri itu kemudian kami bawa ke tempat pembakaran ikan. Di sana mereka akan membumbui dan memasaknya seperti yang kita minta. Mau diapain aja bisa, terdapat banyak pilihan bumbu dan sambal juga. Biasanya tarif pembakaran per kilo sekitar Rp 20.000. Saya baru menemukan jasa pembakaran ikan yang seperti ini di Bali. Awalnya saya sungkan dan ragu untuk belanja ikan sendiri dan membawanya ke tempat pembakaran.
Hari itu h+6 lebaran. Penjaga parkir di Pasar Kedonganan yang kami tanyai perihal tempat pembakaran ikan khawatir tempat-tempat tersebut belum buka. Ini karena sebagian besar pegawainya orang Jawa Timur yang sedang pulang ke kampung halamannya. Lalu beliau memberikan petunjuk arah mengenai referensi tempat pembakaran ikan yang agak jauh. Sedangkan ketika kami menanyakan kepada pedagang ikan di dalam Pasar Kedonganan, kami diarahkan ke Pondok Ikan Bakar Bu Pus. Kami dapat menuju tempat tersebut dengan berjalan kaki.
Lihat dengan seksama antrian di dalam :p |
Kami mencoba peruntungan dengan berjalan dulu ke arah Pondok Ikan Bakar Puspita. Ternyata memang cukup dekat dari pasar. Tinggal nyebrang lalu masuk gang sekitar 100 meter. Tempat yang kami cari ternyata mudah ditemukan, kami senang akan segera makan. Namun kesenangan itu hanya berlangsung beberapa menit saja. Salah satu pegawai tersibuk di sana terlihat panik dan stress. Ikan kami tak ditimbang-timbang juga. Setelah 20 menit menunggu, saya mengusulkan untuk melihat tempat pembakaran ikan lain dulu, Indhi menunggu saja di Puspita. Namun jika saya belum kembali ikan kami telah ditimbang maka kami akan tetap membakar ikan di situ. Indhi dan saya berdebat lama mengenai hal ini.
Akhirnya Indhi menyerah, saya segera mengambil motor yang saya tinggal di pasar lalu menuju tempat yang diberitahukan Bapak penjaga parkir. Rutenya dari pasar lurus, mentok ke kanan, lurus dulu lalu mentok lagi ke kiri hingga ketemu jalan, belok kanan lalu ikuti jalan, pilih kanan pada percabangan jalan. Dari situ lurus saja. Di sana akan kita temukan jajaran kios-kios pembakaran ikan yang tidak seantri di Puspita. Sayangnya ketika saya kembali, ikan kami sudah ditimbang. Artinya kami tidak bisa cancel lagi. Harus menuggu di sana. Wajah-wajah orang di antrian terlihat sudah mulai "nggak enak". Padahal saat itu banyak antrian wisatawan asing juga. Ternyata belanja ikan dan membawanya ke tempat pembakaran ini sudah terkenal sekali menjadi kekhasan Pasar Kedonganan hingga turis asing pun tahu.
Kelebihan Pondok Ikan Bakar Puspita adalah areanya yang cukup luas. Pada bagian depan cukup lega untuk antrian yang membludak. Sedangkan untuk tamu yang hendak menyantap hidangannya di sana, disediakan tempat yang asri di bagian dalam. Nyaman sekali dengan dilingkupi pot-pot tanaman hijau. Sekitar 200 meter dari pondok ikan bakar ini terdapat mushola yang ukurannya lebih besar dari Masjid di Jawa lho. Berlantai dua dan bersih. Saya sholat dzuhur di sana sekalian menunggu ikan kami tersaji.
Setelah menunggu sekitar 20 menit, akhirnya makanan kami datang. Melihatnya saja sudah membuat saya merasa ikhlas dengan perjuangan menunggu tadi. Rasanya pun sangat memuaskan. Nafsu makan kian membuncah karena hidangan kami disajikan dengan sambal terasi dan sambal matah sebagai cocolan. Racikan sambalnya juga mantap. Kami berdua makan dengan lahap. Bahkan saya nambah nasi jatah Indhi karena dia makan nasinya hanya seiprit.
Di luar Mbak yang panik dan stress tadi, pelayanan di Puspita sangat baik. Semua ramah. Mbak yang stress tadi sebenarnya juga baik dan ramah. Mungkin karena saking cekatannya tapi tetap tidak dapat menghandle semua pelanggan dengan cepat maka dia jadi panik begitu. Hingga kami pulang antrian tak kunjung berkurang. Mau membayar saja antri lama sekali. Kami membungkus beberapa cumi dan ikan untuk keluarga Om saya. Akhirnya Indhi turun tangan membungkus sendiri orderan kami dan bahkan ia membantu karyawan Puspita yang sedang membungkus. Bukan apa-apa, karyawan wanita lainnya sudah nenek-nenek semua dan kami memanggil mereka "Budhe". Karyawan yang masih muda-muda memang banyak yang belum kembali. Budhe inilah yang membuat kami nyaman dan memudarkan rasa kesal ketidakjelasan antrian saat kami hendak makan, beliau sangat sopan dan ramah. Indhi sangat menghayati acara bungkus membungkus itu. Saya bahkan menduga ia akan menggantikan si Mbak panik jika rela bekerja di sana selama musim lebaran :p
Saya mengisi waktu ngobrol dengan Bapak-Bapak yang sepertinya owner atau salah satu pemilik modal dari pondok ikan bakar itu. Pengawas pondok yang saya ajak ngobrol curhat bahwa mereka kewalahan sekali dengan kondisi orderan di libur Idul Fitri kali ini. Biasanya mereka buka sejak pukul 07:00-21:00 WITA. Namun karena kelelahan biasanya mereka buka sampai sore saja. Jika rekan-rekan hendak berkunjung dalam waktu sekarang ini, pasti semuanya sudah normal kembali. Squad Bu Pus sudah lengkap. Jika rekan-rekan traveller ada yang tak sabar mengantri di pondok pembakaran seafood yang dekat pasar dan memiliki jadwal iteanerary yang padat, maka saya sarankan sedari awal segera menuju lokasi yang ditunjukkan Bapak parkir tadi. Di sana banyak pilihan tempat bakar ikan, sehingga bisa memilih yang antriannya tidak panjang.
Karena puas sekali dengan rasa seafoodnya (meski ikannya agak gosong sih), saya lupa dengan kedongkolan saya ketika mengantri menunggu ditimbang dan menunggu seafood matang datang. Haha. Cobalah pengalam seru dan mengenyangkan ini ketika ke Jimbaran :D
8 komentar
Uenake rek...
ReplyDeletegak jadi ke Lombok to?
Ndak jadi bro.. Semoga di kesempatan lain kesampaian :D
DeleteWalah foto2mu kok menggoda iman, Nia... Liat kerangnya jadi ngiler :P
ReplyDeleteSayang pas ke Bali bbrp bulan lalu belum baca blogmu yang ini, kan lumayan buat referensi yaaa XD
Tiramnya emang paling mengejutkan tingkat keenakannya Mba :9
DeleteNanti Mba Tia balik lagi aja sama Debay jadi bertiga XD
senang sekali bisa menikmati seafood bakar nikmat di tanah bali :)
ReplyDeleteIya alhamdulillah Mba :)
Deleteuntuk harga seafoodnya boleh tau?
ReplyDeleteMaaf lupa Mba, harganya standar kok. Jadi kalau tahu harga seafood sewajarnya berapa bisa tawar menawar :D
DeleteTerima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar.
Love, Nia :)