I Found Love at Balangan Beach
11:22
Duduk di kursi santai di bawah payung teduh di tepi pantai memandang birunya laut dan langit yang sesekali dilewati awan putih sambil meneguk air kelapa muda segar merupakan impian liburan di pulau tropis bagi si penyuka pantai. Begitu pula aktivitas liburan yang paling hakiki menurut saya.
Untuk merasakan kenikmatan tersebut, perlu sedikit keberanian. Nggak seberat keberanian untuk menemukan the force sih. Ini cuma tentang ke Bali sendirian. "Bali itu tempat honeymoon, nanti kamu ngapain kalau sendirian," kata adik saya yang tinggal di Bali dan tidak akan bisa menemani saya jalan-jalan. Mungkin ia khawatir saya kesepian atau khawatir saya syedih karena jalan-jalan sendiri makanya sejak awal dia menekankan itu melulu. Akhirnya saya tetap saja beli tiket pesawat dengan jadwal yang sama dengan adik saya yang hendak kembali ke Pulau Dewata itu. Lalu tanpa banyak berpikir saya mengajak salah satu sahabat saya. Ia langsung mengiyakan tapi hanya bisa 3 hari di Bali. Kami memang sering bersimbiosis mutualisme. Sebagai sesama wanita mandiri yang gemar jalan-jalan, kami kadang kesulitan menemukan partner liburan. Jika salah satu mengajak, meski seinsidentil apapun biasanya yang lainnya akan mengiyakan saja dan segera menyusul.
Agenda utama teman saya adalah menikmati water sport, ia sangat penasaran dengan sea walker dan ngidam mau belanja sekalian bakar ikan di Pasar Jimbaran. Jadilah waktu 3 harinya di Bali habis tanpa sempat beach hoping. Namun justru setelah itu saya malah menemukan travel partner baru, sepupu saya yang baru lulus SD. Saya nggak pernah merasa dia anak kecil karena saya yang tingginya 168 cm ini cuma sekupingnya aja. Jadi rasanya kayak pergi sama teman sebaya. Ternyata sepupu saya ini tau spot-spot tersembunyi karena dia pengikut setia instagram JPMP (Jangan Panik Mari Piknik) Bali. Perjalanan jadi makin seru karena ada tourist guide lokal yang menyenangkan. Dia juga tidak pernah mengeluh capek atau panas. Perjalanan kami berdua dimulai dengan menyusuri Pantai Gunung Payung menunggu sunset. Lalu keesokan harinya kami langsung menjajal beach hoping dari Padang-Padang, Uluwatu hingga Balangan.
Agenda utama teman saya adalah menikmati water sport, ia sangat penasaran dengan sea walker dan ngidam mau belanja sekalian bakar ikan di Pasar Jimbaran. Jadilah waktu 3 harinya di Bali habis tanpa sempat beach hoping. Namun justru setelah itu saya malah menemukan travel partner baru, sepupu saya yang baru lulus SD. Saya nggak pernah merasa dia anak kecil karena saya yang tingginya 168 cm ini cuma sekupingnya aja. Jadi rasanya kayak pergi sama teman sebaya. Ternyata sepupu saya ini tau spot-spot tersembunyi karena dia pengikut setia instagram JPMP (Jangan Panik Mari Piknik) Bali. Perjalanan jadi makin seru karena ada tourist guide lokal yang menyenangkan. Dia juga tidak pernah mengeluh capek atau panas. Perjalanan kami berdua dimulai dengan menyusuri Pantai Gunung Payung menunggu sunset. Lalu keesokan harinya kami langsung menjajal beach hoping dari Padang-Padang, Uluwatu hingga Balangan.
Liz dalam Eat, Pray, Love juga nekat melakukan perjalanan sendirian ke Bali lalu menemukan cintanya. Liz yang mengalami kehidupan pernikahan yang menurutnya tak membahagiakan, kemudian merasakan pahitnya perceraian dan akhirnya memberanikan diri menjelajah beberapa kota di dunia untuk mendapatkan yang ia cari. Kita nggak perlu mengalami hal sepahit Liz untuk kemudian baru mencari sumber kebahagiaan bagi diri kita bukan?
Saya sering mengingatkan diri saya sendiri untuk berhati-hati dalam mengambil perspektif. Mencoba melebarkan cara saya melihat. Yah, meski mata saya kecil dan rabun jauh, tapi kadang berhasil menemukan hal-hal kecil membahagiakan yang hampir terlewatkan. Kalau saya ingin bahagia, saya bisa bahagia dengan mensyukuri apa yang telah saya dapatkan dan apa yang ada pada diri saya saat ini. Saat duduk santai di bawah payung, saya sudah cukup bahagia dengan menikmati keindahan alam. Lalu agak heran kenapa saya nggak galau ketika sepasang muda mudi dari Korea tiba-tiba nongol dengan serombongan kru fotografernya beradegan mesra sesuai arahan fotografer tepat di depan mata saya yang sedang liburan di Bali nan indah dengan hanya didampingi sepupu yang baru lulus SD, bukan suami, haha. Saat jalan-jalan di bukit, saya malah ikut excited melihat venue yang sedang disiapkan untuk private wedding party sore itu. Ikut senang melihat orang lain berbahagia ternyata memang kunci kedua untuk selalu happy, kunci pertamanya masih dipegang oleh si syukur.
Jika tak memberanikan diri pergi ke Bali sendiri hanya karena pergi ke Bali sendiri tidak lazim, saya tak akan tersenyum lebar karena melihat pemandangan yang sangat indah ini. Jika tak memberanikan diri pergi sendirian ke tempat impiannya, Liz tak akan menemukan makanan terenak sedunia, menemukan kedamaian do'a dan tak akan bertemu jodohnya di Ubud sana. Poin dari cerita ini bukan tentang keberanian pergi sendiriannya ya, tapi bagaimana akhirnya Liz menemukan kebahagiaan justru setelah ia mulai menerima dirinya sendiri. Menerima kondisi kita dan mencintai diri sendiri adalah cara untuk menemukan dua kunci tadi.
Balangan tidak hanya cantik di area pantai berpasirnya. Kita bisa juga menikmati keindahan pantai dari atas bukit. Bahkan di puncak bukit ada venue pernikahan romantis lho. Pantai ini sangat panas sehingga jika kita ke sana siang harus menyewa payung-payung yang disediakan di pinggir pantai. Balangan menjadi pantai terakhir yang kami kunjungi hari itu. Pantai yang paling menguras rupiah dibandingkan pantai lainnya yang hanya perlu mengeluarkan uang parkir. Tapi justru jadi pantai yang memberikan sensasi liburan tropis ala bule-bule. Jadi tahu enaknya leyeh-leyeh di kursi malas di bawah payung di tepi pantai. Keindahan Balangan sayang untuk dilewatkan.
Saya menemukan pantai ini dengan mengikuti mobil orang yang "sepertinya" akan ke sana dan dengan sedikit bantuan google maps. Lokasinya agak tersembunyi dibandingkan pantai lainnya di Kuta Selatan. Jangan takut bertanya.
Jika tak memberanikan diri pergi ke Bali sendiri hanya karena pergi ke Bali sendiri tidak lazim, saya tak akan tersenyum lebar karena melihat pemandangan yang sangat indah ini. Jika tak memberanikan diri pergi sendirian ke tempat impiannya, Liz tak akan menemukan makanan terenak sedunia, menemukan kedamaian do'a dan tak akan bertemu jodohnya di Ubud sana. Poin dari cerita ini bukan tentang keberanian pergi sendiriannya ya, tapi bagaimana akhirnya Liz menemukan kebahagiaan justru setelah ia mulai menerima dirinya sendiri. Menerima kondisi kita dan mencintai diri sendiri adalah cara untuk menemukan dua kunci tadi.
You know who is going to give you everything? Yourself.
Be the love you never received.
Love yourself :)
Saya menemukan pantai ini dengan mengikuti mobil orang yang "sepertinya" akan ke sana dan dengan sedikit bantuan google maps. Lokasinya agak tersembunyi dibandingkan pantai lainnya di Kuta Selatan. Jangan takut bertanya.
- Sunglasses dan sunblock wajib dibawa
- Sewa payung Rp 100rb normalnya, tapi saya menawar hanya dua jam saja di situ sehingga dapat harga Rp 50rb. Kalau mau lebih irit sebaiknya datang saat pagi atau sore jadi tak pelru menyewa payung.
- Kelapa muda di warung belakang area berpayung Rp 25rb
- Tiket masuk motor Rp 5rb
- Jangan buang sampah sembarangan
Jika kalian suka cerita perjalanan yang bermakna, yang menceritakan rasa yang dialami si pencerita, bukan tentang panduan perjalanan harus kemana dan berapa biayanya, saya punya rekomendasi buku dari Kak Ollie nih. Cocok untuk dibaca di musim liburan seperti saat ini. Di Passport to Happiness Kak Ollie menceritakan perjalanannya menemukan kebahagiaan dan cinta. Kita akan ikut dibawanya berpertualang ke berbagai belahan dunia, dari Ubud hingga Paris dan Amerika. Saya pernah menuliskannya sekilas di post Move On Rame-Rame di Peluncuran Buku Passport to Happiness. Girls, go grab yours ;)
11 komentar
waaaa foto-fotonya kece, bikin sakaw pantai nihh :(
ReplyDeleteohh sewa payungnya bisa ditawar ya? aku selama ini gak berani nawar, takut dimarahin
Untung2an Mba Dita, klo apes ya diomelin, hehe :p
DeleteBaguss banget pantaingnya, fotonya keren" jadi pingin kesana
ReplyDeleteIya pantainya bagus Mba, tapi agak tersembunyi :)
DeleteAhaaay aku hampir 4 tahun lalu jg ke sini dan emang baguuuus, hanya perjalanannya aja yg lebih sulit. Dulu msh lebih sepi ni, bule semua ga ada lokalnya,hehehe. Sekarang dr fotonya seperti sdh banyak yg mulai tau ya, jd mulai rame. :D
ReplyDeleteAh kemarin aku sama sepupuku jd satu2nya orang lokal Mba makanya dikasih diskon sewa. Haha. Abis itu ada serombongan keluarga orang Indonesia. Kalau orang lokal kayaknya lebih suka foto2 di bukitnya doang :D
DeleteAhh privilege jadi wisatawan lokal ya ni, haha.. Buat prewed ya biasanya di bukit itu. Ahh jadi kangen ke sana, huhuhu..
DeleteKemarin yang foto prewed malah di pantainya. Yang ujung bukit lagi didekor buat nikahan Mba . Cuss balik Bali :p
DeleteYuk mari cuuss.. Pintu doremon mana pintu doremon, ahaha.. *halu*
ReplyDeletewih kayaknya keren ya pantainya
ReplyDeletePantainya cantik ;)
DeleteTerima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar.
Love, Nia :)