Asssalamualaikum. Mau bahas soal finance nih, tapi nggak yang berat kok. Soalnya saya cuma bakalan menyampaikan ulang tentang mengelola keuangan yang saya dapat dari Mba Prita Ghozie dan Mba Jenahara di acara #IbuBerbagiBijak. Sebelumnya terimakasih pada #TheUrbanMama yang udah ngajakin saya ikutan #TUMBloggersMeetUp kemarin. Seneng kalau ikut acara tentang pengelolaan keuangan gini. Meski saya merasa cukup melek finansial, di mana kerjaan dan kuliah saya dulu berkaitan dengan keuangan negara, jadinya saya juga sangat peduli dengan keuangan pribadi. Tapi sekarang baru berkeluarga, jadi masih seneng buat banyak belajar tentang pengelolaan keuangan rumah tangga.
Omong-omong soal tingkat literasi keuangan, Pak Riko Abdurrahman selaku Presiden Direktur PT. Visa Worldwide Indonesia memaparkan bahwa tingkat literasi keuangan di Indonesia telah meningkat dari 21,8% pada tahun 2013 menjadi 29,6% di 2016. Kalau datanya dibedah berdasarkan gender, ternyata pria memiliki tingkat literasi keuangan yang lebih tinggi yakni 33,2% dibandingan untuk wanita yang ada pada angka 25,5%. Padahal yang biasa diindentikkan dan tak pernah lepas dari pengelolaan keuangan itu kaum wanita kan ya? Kok bisa tingkat literasinya lebih rendah? Makanya untuk mengatasi kesenjangan literasi keuangan tadi, salah satunya diadakanlah event #IbuBerbagiBijak ini. Tahun lalu sudah ada, jadi im event #IbuBerbagiBijak ke-2.
Mungkin udah banyak artikel atau blog post berseliweran tentang resume mengelola keuangan ala Mba Prita Ghozie ya. Tapi sepertinya ini termasuk yang terupdate deh ya, soalnya baru dapat beberapa hari lalu kan, jadi tambahan ilmu barunya sepertinya masih fresh. Ya kan? Haha ngarep biar dibaca aja ini mah. Tapi beneran sih, ini ada tambahan pengalaman nyata Mba Jenahara juga sebagai womenprenenur.
Oiya, sebagai gambaran, peserta event kemarin adalah ibu-ibu Dharma Wanita Persatuan Provinsi DKI Jakarta, juga ibu-ibu blogger. Jadi penjelasan Mba Prita akan lebih fokus ke mengingatkan tentang manajemen keuangan keluarga untuk ibu-ibu ya, meski begitu, masuk banget kok diaplikasikan untuk yang masih single ataupun kalau misalnya yang baca postingan ini bapak-bapak juga pasti akan dapat manfaatnya. Untuk yang punya usaha atau baru mau merintis usaha malah ada paket lengkap nih. Selain materi dari Mba Prita Ghozie nanti aku selipin sharing langsungnya Mba Jenahara Nasution, pengusaha fashion muslimah.
Sebelum teman-teman lanjut baca ke materi, saya mau kasih pertanyaan dulu nih. Gampang dan singkat kok. Pertanyaannya adalah WHY? Kenapa sih berlu bijak mengelola keuangan? Coba dipikirkan dulu ya.
Eh nggak usah lama-lama. Apapun hasil pemikiran teman-teman, hasilnya pasti bermuara pada jawaban ini: kita perlu mengelola keuangan supaya bisa hidup sejahtera. Nah, yang mau hidup sejahtera yuk mari lanjut ke materi pengelolaan keungan dari Prita Ghozie.
Eh nggak usah lama-lama. Apapun hasil pemikiran teman-teman, hasilnya pasti bermuara pada jawaban ini: kita perlu mengelola keuangan supaya bisa hidup sejahtera. Nah, yang mau hidup sejahtera yuk mari lanjut ke materi pengelolaan keungan dari Prita Ghozie.
Bagaimana untuk menjadi sejahtera? Harus mencapai kondisi keuangan ideal dong. Bagaimanakah kondisi yang dimaksud?
Mencapai Keuangan Ideal
Financial Check Up
Untuk tahu kondisi keuangan kita sudah ideal atau belum, perlu dilakukan financial check up. Sudah sehatkah keuangan saya?
1. Cek Utang
Punya utang itu boleh, asalkan utang produktif seperti Kredit Pinjaman Rumah yang kita tinggali. Kalau pinjaman dana tunai dan kartu kredit jangan deh. Sebaiknya lunasin dulu kalau punya pinjaman dari kedua hal tersebut. Total cicilan hutang dalam suatu rumah tangga sebaiknya di bawah 30% dari total penghasilan ya. Kalau ada dana lebih atau pemghasilan lebih bisa banget dipakai untuk melunasi cicilan dulu supaya lebih cepat lunasnya.
2. Biaya Hidup < Pemasukan
Kalau ini berasa lebih besar biaya hidup dibanding pemasukan tapi misalnya karena bulan itu anggota keluarga ada yang sakit, itu nggakpapa. Tapi kalau tiap bulan selalu kurang nih dana untuk biaya hidupnya, artinya kondisi keuangan kita bahaya. Apalagi kalau sampai utang kartu kredit tadi. Waduh, mendingan diperbaiki dulu apakah dananya kebanyakan habis untuk kebutuhan ataukah gaya hidup dulu ya.Musti paham dulu tentang prioritas pengeluaran. Alokasi untuk biaya hidup maksimal 50% dari penghasilan bulanan.
3. Punya Dana Darurat
Ini sarana check up terakhir untuk tahu keuangan kita sehat atau tidak. Dana darurat minimal 3x pengeluaran rutin. Kalau sudah punya anak beda lagi, harus punya dana darurat 12x dari pengeluaran bulanan.
Kenapa begitu? Supaya anak tidak terlalu kaget karena perubahan gaya hidup yang drastis. Paling tidak anak bisa sekolah di tempat yang sama hingga kenaikan kelas.
Dana darurat boleh tidak berbentuk emas? Tergantung bentuk emasnya dulu. Kalau wujudnya logam mulia antam masih boleh, tapi tetep harus ada dana tunai yang mudah dicairkan sejumlah 3x pengeluaran bulanan dulu.
4. Punya Tabungan?
Tabungan ini ternyata musti dipisahin, mana yang untuk pengeluaran terencana dan mana yang untuk investasi masa depan. Bedanya apa? Jangka waktunya ya. Untuk pengelauran terencana ini misalnya keperluan hari raya. Untuk yang muslim ada dua nih, Idul Fitri dan Idul Adha. Biasanya dibayarkannya sekali aja jelang Idul Fitri. Jelang Idul Adha nggak ada lagi tunjangan hari raya. Yang natalan juga sama dibayarkannya jelang Idul Fitri. Jadi karena hari raya ini ada setiap tahun, maka udah sewajarnya dialokasikan dulu, dihitung dulu kebutuhannya apa saja. Misal biaya mudik dan biaya qurban. Lalu disisihkanlah dana tabungan untuk ini. Travelling sekeluarga juga dialokasikan dananya melalui tabungan terencana ini, supaya nggak ganggu arus kas.
Nah sedangkan untuk investasi ini beda lagi ya, keperluannya untuk jangka panjang dan sebaiknya tidak diotak atik untuk keperluan yang tidak mendesak.
It's not how much you make, but how much you spend. -Prita Ghozie-
Mengelola Arus Kas
Sudah cek kondisi keuangan, sudah mengatasi masalah yang ada, sudah punya dana darurat, dan tabungan juga ada, maka sudah saatnya kita mengelola arus kas supaya lebih bener penggunakan dana setiap bulannnya.
Merencanakan Keuangan
3 Cara Menambah Penghasilan Rumah Tangga
Sebagai perempuan, kita bisa ikut berkontribusi dalam menambah penghasilan rumah tangga dengan tiga cara, yaitu bekerja secara aktif sehingga kita mendapat penghasilan berupa gaji dan atau tunjangan rutin. Kedua, menjadi investor,ini tentu saja butuh ilmu ya. Jadi nggak bisa coba-coba dan musti hati-hati. Pilihan terakhir adalah, menjadi womenpreneur, punya usaha sendiri. Nah poin ini akan kita kupas karena kemarin Mba Prita dan Mba Jenahara membahas ini cukup dalam.
Tantangan Memulai Usaha
1. Mau usaha apa?
Waduh, mau usaha kok nanya kanan kira enaknya usaha apa. Padahal yah, usaha apa ini harusnya sudah bisa kita jawab sendiri. Kalau cuma ikut-ikutan sebaiknya jangan dulu, sayang dananya, ya kan? Unrtuk memulai usaha bisa dimulai dengan mencari tau apa hobi atau kesukaan kita.
Kalau sudah tau apa hobi dan kesukaan kita, coba dipikirkan apakah ada pasar untuk hasil dari hobi tadi? Mba Jenahara sebagai womenpreneur pakaian muslimah dengan brand Jenahara mengalami booming usahanya di tahun 2011 ketika ia pertama kali meluncurkan labelnya. Ini karena bertepatan dengan trend baju muslim yang mulai berkembang dan ornag tidak takut untuk bereksperimen dengan model-model pakaian muslim yang beragam.
Padahal Mba Jenahara sudah lulus kuliah fashion sekitar tahun 2004 lho. Waktu itu ia menikah dulu, punya anak dan fokus pada keluarga karena merasa belum waktunya meluncurkan brand pakaian muslim yang beda darr di pasaran. Jelang 2011 itu ia seperti mendapat insting untuk memulai usahanya karena orang mulai aware dengan keragaman baju muslim, bosan dengan yang gitu-gitu aja yang kesannya pakaian muslim untuk orang tua saja.
Padahal Mba Jenahara sudah lulus kuliah fashion sekitar tahun 2004 lho. Waktu itu ia menikah dulu, punya anak dan fokus pada keluarga karena merasa belum waktunya meluncurkan brand pakaian muslim yang beda darr di pasaran. Jelang 2011 itu ia seperti mendapat insting untuk memulai usahanya karena orang mulai aware dengan keragaman baju muslim, bosan dengan yang gitu-gitu aja yang kesannya pakaian muslim untuk orang tua saja.
Pertimbangan selanjutnya tentang mau usaha apa adalah : apa jam kerja yang disukai? Kesalahan yang biasanya terjadi adalah: ibu-ibu memulai bisnis karena punya waktu luang dan ingin mengisinya. Padahal yang namanya punya bisnis itu justru harus siap bekerja 24 jam untuk usahanya. Kalau niat punya usaha ya musti mengalokasikan waktu dan tenaga untuk mengembangkannya. Jadi kalau misalnya alasannya mengisi waktu luang saja, jangan bikin bisnis dulu. Sayang modalnya kan.
2. Tidak tahu untung vs rugi
Ada buibu yang pengen punya penghasilan sendiri, hobi jualan sana sini. Seolah untung, tapi ditengok di rumahnya banyak barang jualan teronggok. Misalnya terjadi pada buibu yang bisnisnya MLM. Ketika ditanya Mba Prita, "Ibu dananya dari mana kok bisa nambah barang terus?" Karena sepertinya usahanya berkembang tapi kok barang numpuk? Ternyata ibu tadi minta uang sama suaminya terus untuk beli barang baru. Ini tentu akan mengganggu pengeluaran rumah tangga ya. Jadi harus dipisahkan keuangan pribadi dan usaha. Mana mungkin tau kondisi usahanya sedang untung atau rugi kalau pakai dana bulanan keuangan rumah tangga/pribadi?
Punya catatan arus kas penting banget untuk yang ingin menambah pemasukan keluarga dengan usaha sebagai womenpreneur. Untuk apa? Suapaya tahu ke mana uang usahanya, apakah menghasilkan? Untung apa rugi? Banyak ibu-ibu hobi jualan tiap arisan atau bazar, barangnya seallu ludes laku terjual. Tapi pulang dari situ si ibu langsung belanjain uangnya untuk belanja keperluan pribadi. Si ibu cuma tahu omzetnya berapa, nggak tahu apakah dari situ untung apa rugi. Nanti kalau mau jualan lagi dananya darimana? Waduuu mengganggu keuangan pribadi/rumah tangga lagi dong?
Makanya kita perlu tau yang namanya modal investasi vs biaya supaya bisa ngitung untung rugi jualan. Modal investasi bisa berupa biaya sewa tempat, perlengkapan dan peralatan. Intinya modal usaha ini dananya ga bakalan balik.
Sedangkan biaya meliputi pengeluaran untuk usaha yang bersifat rutin. Misalnya usaha katering di rumah, jangan lupa itu dihitung sewa tempatnya sebagai modal investasi. Pengeluaran gas sebagai biaya.
Mba Prita cerita tentang bisnis katering seorang ibu yang membesar. Kemudain si ibu memindakan usahanya dari rumahnya ke tempat lain yang lebih luas dengan menyewa tempat. Itung punya itung kok usahanya jadi rugi. Tadinya berkembang pesat lho. Saat itu juga banyak order seperti biasa. Ternyata karena tadinya ketika usaha katering di rumahnya, si ibu tidak memperhitungkan biaya penggunaaan dapurnya dan biaya pengeluaran gas, ini karena pengeluaran usaha dan pribadi tidak dibedakan.
Selain menghitung modal investasi dan biaya yang berupa benda berwujud, kita juga perlu mengalokasikan gaji untuk kita sendiri sebagai pemilik usaha. Kenapa? Karena sebagai womenpreneur tentu buibu sudah siap dan fokus membesarkan bisnisnya ya. Siapa tahu beberapa waktu ke depan buibu hendak menyerahkan pengeluaran bisnisnya pada orang lain. Jadi tau tuh seberapa besar tenaga dan pikiran yang dicurahkan dan musti digaji berapa.
Sedangkan biaya meliputi pengeluaran untuk usaha yang bersifat rutin. Misalnya usaha katering di rumah, jangan lupa itu dihitung sewa tempatnya sebagai modal investasi. Pengeluaran gas sebagai biaya.
Mba Prita cerita tentang bisnis katering seorang ibu yang membesar. Kemudain si ibu memindakan usahanya dari rumahnya ke tempat lain yang lebih luas dengan menyewa tempat. Itung punya itung kok usahanya jadi rugi. Tadinya berkembang pesat lho. Saat itu juga banyak order seperti biasa. Ternyata karena tadinya ketika usaha katering di rumahnya, si ibu tidak memperhitungkan biaya penggunaaan dapurnya dan biaya pengeluaran gas, ini karena pengeluaran usaha dan pribadi tidak dibedakan.
Selain menghitung modal investasi dan biaya yang berupa benda berwujud, kita juga perlu mengalokasikan gaji untuk kita sendiri sebagai pemilik usaha. Kenapa? Karena sebagai womenpreneur tentu buibu sudah siap dan fokus membesarkan bisnisnya ya. Siapa tahu beberapa waktu ke depan buibu hendak menyerahkan pengeluaran bisnisnya pada orang lain. Jadi tau tuh seberapa besar tenaga dan pikiran yang dicurahkan dan musti digaji berapa.
3. Pertimbangan lain
Pertimbangan terakhir ketika hendak membuka bisnis adalah: mau bermitra apa bisnis sendiri? Mba Jenahara ternyata didanai temannya sendiri untuk usahanya. Jadi selain pertimbangan bermitra atau sendiri juga perlu dipikirkan modal dari mana? Apakah harus menabung dulu? Jika perlu maka bisa dilakukan dengan menabung dulu untuk mengumpulkan modal usaha.
Ini ada tambahan dari Mba Jenahara nih. Support pasangan. Hal ini menjadi sangat penting karena kalau pasangan tidak support, nanti bisa nggak berkah ya usahanya, hehe. Meski suami Mba Jenahara nggak membantu bisnisnya secara langsung, tapi suaminya selalu mengizinkan ia menjadi womenpreneur, memulai dan terus mengembangkan usahanya hingga sekarang.
Mba Jehan juga menambahkan pentingnya goals pribadi. Goals ia menjadi wompenpreneur waktu itu adalah supaya ada passive income terus-terusan dan bisa jalan-jalan ke luar negeri bersama keluarganya secara rutin. Enak ya goalsnya, tapi mewujudkannya tentu perlu kerja keras dan juga kemauan keras.
Ini ada tambahan dari Mba Jenahara nih. Support pasangan. Hal ini menjadi sangat penting karena kalau pasangan tidak support, nanti bisa nggak berkah ya usahanya, hehe. Meski suami Mba Jenahara nggak membantu bisnisnya secara langsung, tapi suaminya selalu mengizinkan ia menjadi womenpreneur, memulai dan terus mengembangkan usahanya hingga sekarang.
Mba Jehan juga menambahkan pentingnya goals pribadi. Goals ia menjadi wompenpreneur waktu itu adalah supaya ada passive income terus-terusan dan bisa jalan-jalan ke luar negeri bersama keluarganya secara rutin. Enak ya goalsnya, tapi mewujudkannya tentu perlu kerja keras dan juga kemauan keras.
1. Pisahkan antara keuangan rumah tangga dan usaha
Materi ini sudah kebahas tadi di sub judul sebelumnya tentang dampak-dampak kalau nggak dipisahkan antara keuangan rumah tangga dan usaha. Bakalan susah berkembang sih usahanya kalau nggak dipisah. Karena bakalan bingung memisahkan mana keuangan rumah tangga dan mana keuangan usaha. Susah menentukan apakah usaha untung atau rugi.2. Omzet usaha dikurangi biaya adalah keuntungan
Ini jawaban dari yang belum bisa ngitung untung rugi tadi ya. Jadi buat tahu untung apa nggak, bisa diitung dari omzet usaha dikurangi biaya.3. Keuntungan usaha menjadi dana kas masuk bagi keuangan rumah tangga
Kalau sudah tahu usaha kita untung, sebagai womenpreneur tentu kita harus mulai mengalokasikan dana kas masuk bagi keuangan rumah tangga. Karena tujuan utama kita jadi womenpreneur kan mau menambah keuangan keluarga. Jadi selain gaji, bisa juga mengambil persentase keuntungan kalau sudah laba. Tapi jangan lupa alokasi pengembangan usaha.
5 Tips Mengelola Keuangan Pebisnis
1. Punya Rencana Pengeluaran
Sebagai womenpreneur, sebelum memulai usaha harus tau dulu dong kira-kira pengeluaran untuk usaha kita tuh apa aja. Dibikin dulu rencana pengeluaran rutinnya.
2. No Utang Konsumtif
Sama seperti keuangan pribadi, dalam bisnis pun jangan sampai utang konsumtif. Apalagi kalau usahanya baru berkembang, nanti malah ngos-ngosan bayar cicilan utang bukannya dapat penghasilan tambahan untuk keluarga.3. Tabung dan investasi
Lagi-lagi mirip dengan keuangan rumah tangga ya, musti ada tabungan dan investasi. Namun pos pengeluarannya tentu berbeda. Untuk tabungan dan investasi bisnis tujuannya tentu untuk mengembangkan usaha ya.4. Dana Darurat
Ini dana darurat untuk usaha ya, perlu juga lho selain untuk pengeluaran pribadi. Karena kata Mba Prita bisnis itu belum tentu langsung menghasilkan dan langsung untung. Jadi harus ada dana darurat untuk mendanai biaya usaha kita.Hal ini juga berlaku pada pengalaman pribadi Mba Jenahara. Ia dari awal sudah mengalokasikan dana darurat untuk usahanya. Terutama untuk menggaji karyawannya beberapa bulan ke depan. Kalau bukan kita yang nyediain nanti siapa dong yang ngegaji karyawan?
5. Asuransi Kesehatan dan Jiwa
Kalau kerja jadi karyawan, kantor kitalah yang memikirkan dan mengusahakan asuransi kesehatan untuk kita. Kalau punya usaha sendiri? Ya kita sendiri yang musti mengalokasikan dana untuk asuransi kesehatan dan juga asuransi jiwa. Kalau terjadi apa-apa dengan diri kita, supaya keluarga kita tidak terganggu kehidupannya.Jangan lupa perhatikan polis asuransinya, ditujukan pada siapa nanti apabila kita kenapa-kenapa. Sudah betulkah untuk anak-anak atau anggota keluarga yang menjadi tanggungan kita?
Nah cukup sekian dulu live report dari event Bijak Kelola Keuangan, Kunci Keluarga dan Masa Depan Sejahtera. Udah panjang banget ini ya. Karena hidup harus terus berencana dan terencana, supaya keuangan keluarga sejahtera. Ada yang mau diskusi soal ini nggak? Silakan share atau tanyakan di kolom komentar ya. Saya akan jawab sesuai materi dan Mba Prita dan Mba Jenahara kemarin. Juga kalau ada info yang belum ada jawabannya dari mereka tapi kebetulan saya tahu bakalan saya jawab. Kalau nggak tau mari kita cari jawabannya bareng. Haha.
Tantangan memulai usaha, poin ini aku dengerin banget nget nget.. Impian punya usaha sendiri sejak lama. Semoga bisa kewujud ya aamiin.
ReplyDeleteAmiin, kumpulin modal usaha dulu ya Mba :D
Deletebagus tulisannya ni, tapi knp literasi keuangan lebih tinggi pria dibanding wanita, menurut aku karena wanita lebih boros dan sering lebih mudah terhasut belanja macem2 hahahhaaha. Meskipun kebanyakan istri atau ibu dalam keluarga adalah pengelola keuangan, belum tentu literasi keuangannya bener, jadi info kayak gini2 penting banget.
ReplyDeleteAku dulu sempat punya olshop batik dan sebenernya laku, tapi karena manegementnya ga bener dan dicampur keuangannya jadi ga untung2 hahahahha.. bener nih harus ada pemisahan antara uang keluarga & usaha, dan setelah baca ini kayaknya aku blm sanggup jadi mompreneur, beraaat maliiih hahahah :D
Jadi blogger sekaligus influencer aja Kakaa, haha. Iya soal cowok literasi finansialnya lebih bagus ini juga aku rasain sendiri ya, menurutku suamiku lebih ngerti banyak teori fundamental yang bisa dia terapin. Kalau aku baru belajar pas butuh, terutama tentang investasi. haha :p
DeleteKeren banget tulisannya.
ReplyDeleteCuman memang agak sulit diterapkan oleh orang yang mau berbisnis tapi modal pas-pasan hehehe.
Pengalaman saya dulu pertama kali belajar bisnis dengan jualan online, kacau banget, gak ngerti marketing, gak ngerti juga management keuangan hahaha.
Kedua kalinya bikin frozen brownies, laris tapi salah dalam penentuan harga meski manajemen keuangannya sudah mulai terarah dari otodidak.
Setelahnya saya ikutan MLM bisnis kecantikan, dari situ deh dapat banyak banget ilmu marketing dan management waktu dan biaya.
Sayangnya dalam menerapkannya agak sulit, karena terkendala biaya.
Emang bisnis apapun itu butuh biaya banget, meskipun kita pandai managemen biaya, tapi gak ada biaya, rempong juga hahaha
Iya Mba, perlu perhitungan yang matang betul ya kalau mau usaha. Sepertinya bisnis browniesnya oke tuh Mba, kalau mau dimulai lagi berarti perlu dierhitungkan kembali biaya produksi yang lebih real kali ya. Sama jangan lupa modal usaha yang nggak bakalan balik plus dana darurat khusus bisnis. Emang musti beresin keuangan pribadi dulu ya Mba sebelum memulai bisnis. Makanya aku belum berminat berbisnis lagi juga nih, halah. Masalah waktu dan tenaga udah abis duluan di kantor :p
DeleteKak Nia, maaf tadi aku berkomentar di artikel make-up, semestinya untuk komentar artikel ini.
ReplyDeleteEntah tau-tau layar ponselku mencelat ke artikel kak Nia berikutnya.
Aku sependapat dengan point No Utang Konsumtif.
Itu sangat betul.
Kalo membelanjakan uang untuk keperluan usaha suatu bisnis dengan pinjaman, jika tidak secara terinci dengan baik ..., nantinya malah bisa-bisa jadi terlilit hutang dan kolaps.
Oalah, gpp Mas. Hehe. Iya bener banget kalau usaha dari utang bisa pusing banget deh kalau pencatatannya buruk dan gatau untung apa rugi.Sereeem
DeleteLENGKAP, alhamdulillah (semoga) sebentar lagi utang konsumtif lunas :))
ReplyDeleteSejak bertemu dirimu jadi lebih bijak mengelola nih, menyelesaikan satu satu keuangan yang tertunda *eaaa dan yes harus makin bijak mengelola terutama mumpung masih SINGLE *eaaa
Iya betul, kumpulin dana darurat sebanyak mungkin Jeung, kali rejeki tiba2 nikah, amiin ;D
DeleteSuka sekali sama pos ini, artinya memang tabungan itu harus dipisah-pisah. Alhamdulillah, meskipun tidak banyak2 amat tapi memang dipisah qiqiqiq, termasuk juga pengeluaran saat gajian sudah punya 'pos'nya masing-masing. Thankyouuuuuuuu.
ReplyDeleteIya Mba biar ga kepake buat pengeluaran yang sebenarnya bukan jatahnya ya Mba, mantap Mba sudah bisa mengelola keuangan :)
Deletewaah runtut, olengkap, dan detail banget. Suka deh! Bikin makin melek, meski berat yah sis mengatur pos2 keuangannya cuma kudu mulai belajar disiplin sejak dini #tsah
ReplyDeletetantangan terberatku adalah ini >>>Alokasi untuk biaya hidup maksimal 50% dari penghasilan bulanan. >> ini ngeri2 sedap dan budget wise ya sis! mau nyoba nerapin mulai gajian akhir bulan ini ah tapi pelan2 dulu wkkwkwkw. kalo langsung pangkas budget bisa kaget. loL! btw kalo aku biaya hidup termasuk rekreasi rutin (kaya ngajak adek dan keluarga) sama entertain diri sendiri wkwkkw.
untuk bisnis tertarik banget aku. Dan sadar sih arus kasku tuh dulu berantakan banget dan karena partneran sama temen agak susah buat sama-sama disiplin, padahal laku banyak tapi entah ke mana, Dan sisa barang mati tuh syulit yah sis malah jadi menumpuk.
thanksss infonyaaa. we'll do for a better lyfe #eaaa
Hiburan itu boleh banget malah perlu Fa buat menjaga kewarasan, hehehe. Gapapa dialokasiin aja dananya. Yang tentang bisnis iya harus komit kalau partneran aku pun pernah. Soal sisa barang juga aku pernah ngalamin, kemudian diobral ama temenku biar ngga mubazir aja gitu. Haha. Masama yaa for our better life, amiin :D
DeleteSelalu suka sama penjelasan Mbak Prita. Lengkap dan jelas :)
ReplyDeleteIya nyimaknya juga nyenengi karena beliaunya enak dilihat, haha :D
DeleteKetika berhutang pun (kredit suatu barang) saya masih harus perhitungkan kalau hutang itu maksimal 1/3 dari income bulanan. Menjadi womenpreneur dalam bidang jasa pernah saya lakukan, walau akhirnya saya tutup pecah kongsi. Masalah keuangan perusahaan, apalagi berkongsi, ini benar2 harus tercacat rapi dan dipisahkan uangnya.
ReplyDeleteIya betul Mba hutang maksimal 30% dari penghasilan. Masalah kongsi bisnis emanh riweuh dan sungkan2 gitu jadi kalau bisa ditegaskan dalam perjanjian di atas kertas dan bermaterai dari awal jadi ngga baper2an. Betul musti dipusah sama keuangan pribadi dengan pencatatan yang baik. Mantab Mba :)
Delete