Pages

Wednesday, 26 September 2012

Menjejakkan Kaki di Pulau Penyengat

Saat mendarat di Tanjung Pinang kami terkejut oleh teriakan penjaga loket tiket ferry. Saya sebenarnya heran kenapa kami yang baru datang sudah ditawari tiket kembali. Mungkin itulah yang disebut "namanya juga usaha." Untuk menuju Pulau Penyengat, kita hanya perlu berjalan keluar dari pelabuhan kemudian belok kiri untuk menuju dermaga tempat pemberangkatan pong-pong (perahu yang digunakan untuk menuju Pulau Penyengat). Dermaga Pong-Pong sebenarnya sudah kelihatan saat kami berjalan keluar pelabuhan, namun tak ada jalan pintas dari pelabuhan menuju dermaga pong-pong, sehingga satu-satunya jalan yang bisa dilewati adalah jalan keluar pelabuhan terlebih dahulu.

Keluar pelabuhan saya terkesima dengan pemandangan Kota Tanjung Pinang yang mirip dengan Hongkong. Banyak bangunan tinggi yang kelihatan sudah tua, lengkap dengan kabel-kabelnya yang semrawut. Saya belum pernah ke Hongkong sih, tapi kan udah liat poto2nya. Insyaalloh saya ke sana bulan November nanti, doakan yah :)

Saya sering ketuker tuker menyebut Pulau Penyengat dengan Pulau Kemarau. Padahal lokasi keduanya berjauhan. Pulau Kemarau ada di Palembang, Untuk mencapainya kita harus naik perahu menyusuri Sungai Musi.

Bagi yang ke Tanjung Pinang tanpa tau apa-apa seperti kami, tak perlu khawatir dan mengurungkan niat ke sini karena ada papan penunjuk jalan yang cukup besar yang menunjukkan ke arah mana Pulau Penyengat. Perjalanan on foot dari pelabuhan ke dermaga pong-pong hanya sekitar 10 menit,. Jalan masuk dermaga tidak terlalu besar. Pejalan kaki harus ikut mengantri dengan motor yang hendak menyeberang juga. Dari jalan kecil ini terlihat beberapa bangunan tinggi yang terlihat seperti apartemen namun berada di atas laut. Baru sekali saya melihat hal semacam ini di Indonesia. Saya cukup takjub. Saya berpikir bagaimana cara mendirikan tiang pancang untuk pondasinya. Lalu saya bingung dan berhenti merisaukannya, lebih baik saya menikmati lautan dengan aromanya yang menenangkan saja.
Foto di atas merupakan wujud dari pong-pong. Tarifnya hanya Rp 5.000. Murah sekali. Perjalanan ke Pulau penyengat ditempuh kurang dari 15 menit. Banyak anak sekolah dan orang dewasa yang memborong snack dalam jumlah besar. Anak-anak sekolah sepertinya ada tugas untuk mengunjungi Pulau Penyengat karena memang sarat dengan sejarah. Sedangkan orang-orang yang membawa ber ball-ball snack mungkin hendak berjualan di pulau itu.

Pulau Penyengat kaya akan wisata sejarah. Ada beberapa makam tokoh sejarah yang cukup penting. Ada juga bangunan yang dulunya istana. Gurindam 12 yang menjadi icon kota Tanjung Pinang ditulis oleh Raja Haji Ali yang makamnya juga ada di Pulau Penyengat.
Masjid Pulau Penyengat nampak mencolok dari kejauhan
Destinasi utama kami tentu saja Masjid Pulau Penyengat yang sangat tersohor itu. Di blog lain yang saya temukan saat googling saya menemukan foto-foto Masjid Pulau Penyengat dan makam-makam yang telah usang dengan cat yang mengelupas, namun saat saya ke sana semuanya kinclong dan cerah warnanya. Didominasi kuning yang ceria. Lucky me ;)

Penjaga Masjid Penyengat sangat ramah dan suka menyapa orang-orang yang berkunjung. Beliau tak sungkan memberikan petunjuk kemana kita ambil air wudhu dan dimana tempat sholat untuk wanita. Bapak yang sudah sepuh itu bahkan selalu tersenyum ketika berbicara, menyihir orang-orang berhati lembut untuk ikut tersenyum setiap kali berbicara dengan beliau. 

Saat kami akan memasuki gerbang masjid, ada segerombolan keluarga yang mungkin datang dari Afrika karena warna kulit mereka yang hitam legam, mereka menjadi pusat perhatian penduduk setempat dan pengunjung lokal. Sepertinya turis asing masih jarang di sini. Dengan infrastruktur yang sudah lumayan dan kondisi yang tidak menyulitkan turis lokal seperti kami, saya harap pulau ini akan makin banyak dikunjungi, namun semoga tetap tejaga kebersihan dan kelestariannya.
Dari Masjid kami naik ojek yang sudah dimodifikasi khas ojek Pulau Penyengat untuk keliling pulau. Kita akan diantar dan ditunggui saat mengunjungi beberapa tempat yang menarik di pulau ini. Tarifnya Rp 25.000. Satu ojek bisa dinaiki dua orang. Destinasi pertama kami adalah makam Raja Ali Haji yang menciptakan Gurindam 12 dan dikenal sebagai Bapak Sastra Melayu Indonesia. Abang ojek yang mengantarkan kita akan menceritakan tentang sejarah pulau ini dan sejarah setiap tempat yang kita kunjungi. Katanya pulau ini adalah hadiah untuk Tengku Aisyah dan kala itu hanya dihuni oleh beberapa orang saja. Makam Tengku Aisyah dan Raja Ali Haji ada di dalam komplek makam ini. Uniknya pusara-pusaranya dibungkus dengan kain berwarna kuning, senada dengan warna cat masjid dan tempat penting lain yang selalu dicat kuning. Juru kunci makam ini seorang pemuda yang dengan ramah akan mempersilakan kita masuk saat kita takut atau sungkan untuk masuk ke bangunan tempat makam Tengku Aisyah. Saat masuk ke sana bacalah gurindam 12, bagus sekali isinya, seperti nasehat pedoman hidup untuk kita.

Kami juga mengunjungi bangunan pusat kebudayaan melayu yang didepannya terhampar laut dan terlihat jelas Kota Tanjung Pinang.
Salah satu yang ada di dalamnya, pelaminan khas Melayu
Saat kami akan meninggalkan rumah pusat budaya, ada seorang bapak tua yang melambaikan tangan mengajak kami melihat sumur yang ada di bawah bangunan yang berbentuk rumah panggung. Si Bapak Tua itu menceritakan tentang air sumur yang tawar meski di tepi laut, tentang kejernihan airnya yang katanya tahan berminggu-minggu. Katanya lagi, sumur itu telah ada jauh sebelum ada bangunan budaya di atasnya. Saya lupa beliau bilang tepatnya berapa tahun. Bapak tadi juga menceritakan khasiat air sumur tersebut, misalnya bikin pintar dan cita-cita tercapai. Kami agak bingung bagaimana caranya meninggalkan Bapak ini tanpa menyinggungnya karena kami enggan minum air sumur.  Selain itu kami juga bingung mau ngasih tips apa gimana ke si Bapak. Sampai akhirnya ada segerombolan pemuda tanggung yang tertarik melihat sumur itu dan momen tersebut langsung kami manfatkan untuk berpamintan .__.
Ini abang ojek yang mengantarkan saya, beliau karakternya Melayu banget gitu deh. Nyantai seperti malas bercerita tapu ternyata cerita terus. Seperti ogah-ogahan tapi ramah. Abang ini dari lahir sampai sekarang tinggal di Pulau Penyengat. Sepertinya ide ojek unik khas pulau ini yang merangkap menjadi guide patut dilestarikan. Penduduk pulau ini tidak ada yang menawar-nawari turis dan menjajakan sesuatu, mereka berjualan namun tenang-tenang saja, tidak mengganggu sama sekali. What a nice person :)

Apabila tidak mau naik ojek, bisa kok jalan kaki atau menyewa sepeda, sekalian olahraga kan. Jangan kawatir tersesat karena pulau ini tidak terlalu luas dan ada penunjuk jalan ke makam-makam atau tempat yang terkenal. Hanya saja mungkin akan sedikit bingung karena lokasi tempat-tempat yang akan kita kunjungi berada di tengah-tengah pemukiman penduduk..

Banyak makam-makam lain dan juga bangunan serta reruntuhan bekas istana yang bisa dilihat-lihat, namun karena kami belum makan siang, kami segera kembali menuju pelabuhan supaya bisa cepat kembali Tanjung Pinang sekitar jam setengah dua siang. Naik pong-pong lagi ;)

Ada yang pernah ke sini juga? Tambahin yah kalau ada tempat menarik lain di sini yang saya lewatkan ;)

1 comment:

Terima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar.
Love, Nia :)