Entah karena tersugesti oleh tulisan Mbak Cludia Kaunang di buku travelling beliau, saya jadi ikut2an merasa Penang lebih hangat dari Kuala Lumpur. Bukan karena lokasinya yang dekat laut saja, tapi suasananya juga :D
Dari perjalanan saya sebelumnya setelah berkereta dari Thailand dan sampai di Butterworth, kami meneruskan perjalanan ke Penang naik Ferry dengan tarif 1.2 RM saja, jangan khawatir kalau tidak punya uang koin, di sana ada tempat penukaran koin. Penyeberangannya cepat sekali, hanya sekitar 15 menit. Karena baru dari Thailand yang bahasa dan tulisannya "mbuh rangerti", ke Penang jadi berasa legaaa banget bisa mengerti bahasa mereka dikit2, juga mereka mengerti Bahasa Inggris lumayan baik.
Turun dari Ferry kami langsung naik Free Hoop On, bus gratis yang mengantarkan gratis keliling kota Penang di shuttle2 tertentu. Kebetulan pemberhentiannya juga di tempat2 terkenal yang bakalan kita kunjungi. Pemandangan gedung2 di kanan dan kiri jalan berupa bangunan-bangunan gaya lama yang unik dan tinggi2, pantes aja ditetapkan jadi heritage building UNESCO..
Waktu itu gaya travelling saya adalah mengunjungi sebanyak mungkin tempat terkenal di sana kemudian mengambil foto sebanyak-banyaknya pula. Benar-benar pejalanan yang kurang makna. Sekarang (2016 ketika mengedit tulisan ini) saya cuma bisa tersenyum saja mengingatnya.
Jalan-jalan saya di Penang cukup irit. Naik busFree Hoop On dan jalan kaki melulu. Kalaupun naik bus yang berbayar juga murah kok 1,2 RM tapi sekali bayar aja, baliknya bisa tinggal nunjukkin tiket naik tadi, tapi harus dengan bus yang jurusannya sama dengan tiket berangkatnya loh yaa.
Jalan-jalan saya di Penang cukup irit. Naik busFree Hoop On dan jalan kaki melulu. Kalaupun naik bus yang berbayar juga murah kok 1,2 RM tapi sekali bayar aja, baliknya bisa tinggal nunjukkin tiket naik tadi, tapi harus dengan bus yang jurusannya sama dengan tiket berangkatnya loh yaa.
Kami menginap di Tune Inn Hotel. Sesekali nggak nginep di hostel. Hehe. Dapat view yang sangat bagus dari jendela kamar.
Di sebelah Tune Inn ada Old Town White Coffee yang langsung jadi favorit saya setelah sekali mencicipi makanan dan kopi di sana. Tiap hari selama di Penang saya makan di situ. Sebenarnya ada nasi lemak terkenal di depan Hotel Tune, namun saya kurang cocok dengan rasanya. Saya sempat mencoba, rasanya seperti nasi padang yang kurang bumbu. Mungkin karena saat itu saya sedang kurang sehat maka saya kurang bisa menikmatinya.
Kami tiba di Tune Inn pada siang hari, namun hari itu saya sama sekali tidak kuat untuk sekadar berjalan-jalan karena sedang Pre-Menstruasi. Saya demam dan sakit perut. Kasihan teman travelling saya jadi jalan sendiri dan kurang enjoy.
Alhamdulillah keesokan harinya kondisi saya membaik jadi sudah bisa jalan-jalan. Kami kembali memanfaatkan Bus Hoop On Hoop Off untuk menuju Masjid Kapitan Keling dan area sekitarnya yang sarat ragam budaya. Berikut rangkuman foto perjalanan saya saat di Penang.
The Famous Mural in Penang
Mural di pinggir jalan. Banyak Mural unik di Penang |
Masjid Kapitan Keling
Masjid Kapitan Keling |
In front of St George Church
Keanekaragaman budaya di Penang membuat saya kagum. Di dekat Masjid paling tersohor ada gereja terkenal. Di seberang kuil atau klenteng yang banyak dupa dibakar, terdapat bangunan remaja muslim. Di dekat perkampungan India dengan segala pertokoan dan bau-bauan khasnya, ada masjid Kapitan Keling. Orang-orang di sini hidup rukun berdampingan dalam perbedaan.
Little India of Penang
Khek Lok Shi Temple
Pelabuhan Penang
Akhirnya, kami pun meninggalkan Penang dengan berat hati.
mana mana phuket? *menanti di publish. ahahaha. kayanya buat kesana mesti nonton crazy little thing called love sekali lagi biar disana minimal ga mabok denger orang ngomong
ReplyDelete